x

Kisah Pendekar Pincang Itu Syahid Bersama Putranya di Perang Uhud

waktu baca 3 menit
Senin, 18 Mar 2024 20:53 0 63 Redaksi

DelikAsia.com, (Jakarta) |  Berdasarkan catatan sejarah Islam, Semasa terjadi perang Uhud , Amr bin Jamuh melihat ketiga putranya bersiap-siap hendak memerangi musuh-musuh Allah. Mereka bersemangat dan tangkas bagaikan singa jantan. Dalam hati mareka bergelora keinginan hendak mati syahid dan memperoleh ridha Allah.

Dilansir dari yasirmaster.com Apa yang dilihat Amr berbekas di hatinya dan membakar semangat dan tekadnya untuk turut berperang bersama-sama dengan putera-puteranya di bawah bendera Rasulullah SAW. Tetapi putera-putera ‘Amr sepakat melarang bapak mereka turut berperang. Selain usianya sudah lanjut, kondisi fisik Amr tidak memungkinkan. Jika berjalan dia pincang.
Allah telah memberi kelonggaran baginya karena sudah uzur dan cacat. Putra-putra Amr mengatakan kepada sang ayah. “Wahai ayah kami! Sesungguhnya Allah telah membebaskan Bapak dari kewajiban berperang. Mengapa Bapak harus memaksakan diri. Bukankah Allah telah mema ‘afkan Bapak?”
Orang tua itu marah mendengar keberatan putera puteranya. Dia pergi menemui Rasulullah mengadukan mereka kepada beliau.
“Wahai Rasulullah! Putra-putra saya melarang saya berbuat baik. Mereka keberatan saya turut berperang karena saya sudah tua dan pincang. Demi Allah! Walaupun saya sudah tua dan pincang, saya tidak ingin bersantai santai untuk mendapatkan surga. Sungguh pun saya pincang, saya pengendara kuda yang tangkas!” kata ‘Amr mengadu kepada Rasulullah.
Maka bersabda Rasulullah kepada putra-putranya, “Biarkanlah ayah kalian! Mudah-mudahan Allah memberinya rezki surga.”
Putra-putra Amr membiarkan ayahnya turut berperang, karena patuh kepada perintah Rasulullah. Ketika waktu berangkat sudah tiba, ‘Amr bin Jamuh pamit kepada isterinya mengucapkan salam perpisahan. Berpisah untuk tidak bertemu lagi.
Kemudian dia menghadap ke kiblat sambil menadahkan kedua tangannya ke langit. Dia mendo’a, “Wahai Allah! Berilah saya rezki sebagai syuhada. Janganlah saya dikembalikan kepada keluarga saya dengan kecewa.”
Sesudah mendo’a dia berangkat diiringi ketiga orang putranya dan pasukan besar kaumnya, Bani Salamah. Ketika pertempuran telah berkecamuk, tentara muslimin terpencar-pencar, banyak yang meninggalkan Rasulullah. ‘Amr bin Jamuh berada di barisan depan pasukan berkuda.
Dia jatuh terbanting dari kudanya. Dia bangun dan menyerang musuh terpincang-pincang sambil berteriak, “Saya tertarik ke surga. Saya tertarik ke surga. Saya tertarik ke surga!“
Amr selalu didampingi puteranya Khallad. Kedua beranak itu melindungi Rasulullah dengan menebaskan pedang mereka kepada musuh-musuh yang mendekat. Namun akhirnya kedua beranak itu tewas di medan tempur sebagai syuhada’ dalam waktu hampir bersamaan.
Selesai pertempuran, Rasulullah memeriksa korban-korban yang syahid untuk menyaksikan mayat-mayat mereka. Beliau memerintahkan kepada para sahabat, “Kuburkan mereka dengan pakaian mereka yang berlumuran darah. Saya menjadi saksi bagi mereka, bahwa mereka syahid karena Allah. Tidak seorang pun muslim yang terluka dalam perang fi sabilillah, melainkan darahnya mengalir di hari kiamat menjadi za‘faran dan baunya seperti kasturi”.
“Kuburkan Amr bin Jamuh satu kuburan dengan Khallad bin Amr. Keduanya saling mencinta dan berada dalam satu barisan di dunia.” Semoga Allah meridhai Amr bin Jamuh dan seluruh syuahada dalam perang Uhud.
(mhy) Miftah H. Yusufpati.(mhy) Miftah H. Yusufpati).

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x