DelikAsia.com, (Jakarta) | Pada Rabu 26 Juni 2024, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 12 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif.
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Muhammad Iman Ardiansyah bin Muhammad Hari Purnomo dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) jo. Pasal 229 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Kronologi dalam perkara lalu lintas ini bermula saat Tersangka mengemudikan Sepeda Motor Honda Supra No. Pol. L-2050-FF di Jalan Raya Dupak, Kota Surabaya dengan kondisi jalan dalam keadaan sepi malam hari dengan kecepatan 40km/jam.
Kemudian saat melintasi depan Rumah Sakit Ibu dan Anak yang terletak di Jalan Raya Dupak, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, Tersangka melihat Korban Lego (Alm) yang sedang berjalan kaki hendak menyebrang dari arah utara menuju ke selatan.
Melihat hal tersebut, Tersangka yang tidak berkonsentrasi saat berkendara karena kelelahan malah tidak mengurangi kecepatan bermotornya dan terus memacu Sepeda Motornya tanpa memberi peringatan kepada Korban Lego (Alm) hingga pada akhirnya Tersangka menabrak Korban Lego (Alm) dengan kecepatan 40 km/jam dan mengenai bagian pinggang samping Korban Lego (Alm) hingga terpental dan jatuh kemudian tidak sadarkan diri.
Selanjutnya Korban Lego (Alm) dengan diampingi Saksi Imam Sapi’i dibawa ke Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya untuk dilakukan penanganan lebih lanjut namun hingga pada hari Sabtu tanggal 03 Februari 2024 sekitar pukul 00.30 wib, Korban Lego (Alm) meninggal dunia.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Ricky Setiawan Anas, S.H., M.H., CSSL. bersama Kasi Pidum Hasudungan Parlindungan, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Julius Hajita Cahyo Nugroho, S.H., dan I Gede Krisna Wahyu Wijaya, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada keluarga korban. Setelah itu, keluarga korban menerima permintaan maaf karena perbuatan Tersangka terjadi karena ketidaksengajaan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Perak mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Dr. Mia Amiati, S.H., M.H. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Rabu, 26 Juni 2024.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 11 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka:
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.(K.3.3.1)
Tidak ada komentar