DelikAsia.com, (Ketapang- Kalimantan Barat) | Pengadilan Negeri (PN) Ketapang, Kalimantan Barat, baru-baru ini menerapkan prinsip Restoratif Justice (RJ) dalam menangani kasus pengrusakan barang milik PT. Kalimantan Agro Pusaka. Dalam persidangan yang digelar pada Senin (24/02/2025), majelis hakim memutuskan untuk menjatuhkan pidana bersyarat kepada ABDUL WAHID alias WAHID bin (Alm) SODIKIN, terdakwa dalam kasus tersebut. Keputusan ini diambil setelah pihak terdakwa dan perusahaan mencapai kesepakatan damai.
Ketua Majelis Hakim, Josua Natanael, yang didampingi oleh hakim anggota Aldilla Ananta dan Kunti Kalma Syita, mengungkapkan bahwa terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 1 bulan, dengan ketentuan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani apabila dalam masa percobaan selama 3 bulan ke depan, terdakwa tidak melakukan tindak pidana lainnya. “Menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) bulan. Menyatakan pidana tersebut tidak perlu dijalani apabila selama 3 (tiga) bulan Terdakwa dalam masa percobaan tersebut tidak melakukan tindak pidana lagi,” ungkap Josua Natanael pada persidangan yang terbuka untuk umum di Gedung PN Ketapang, Jalan Jendral Sudirman No. 19, Ketapang, Kalimantan Barat.
Kasus ini bermula pada 29 Juni 2024, ketika ABDUL WAHID, seorang pemanen kontrak di Divisi 7 Estate Sei Sepeti PT. Kalimantan Agro Pusaka, merasa tidak senang dengan kebijakan perusahaan yang memperbantukan tenaga kerja dari Divisi 8 untuk memanen di Divisi 7. ABDUL WAHID merasa kebijakan tersebut akan berdampak pada pengurangan premi atau pendapatan para pemanen di Divisi 7.
Akibat ketidakmampuannya menahan emosi, ABDUL WAHID bertindak destruktif dengan menendang kaca nako hingga pecah dan membanting mesin fingerprint yang jatuh ke lantai. Peristiwa ini terjadi di kantor Divisi 7 Estate Sei Sepeti pada sekitar pukul 06.30 WIB. Tindakannya menimbulkan kerusakan pada barang milik perusahaan.
Namun, setelah kejadian tersebut, kedua belah pihak, yaitu ABDUL WAHID dan pihak PT. Kalimantan Agro Pusaka, berhasil mencapai kesepakatan perdamaian. Pada 12 Januari 2025, keduanya menandatangani Surat Pernyataan Bersama, di mana ABDUL WAHID menyatakan permintaan maaf kepada perusahaan dan pihak perusahaan, dalam hal ini, tidak menuntut ganti rugi atas pengrusakan yang dilakukan oleh terdakwa.
Selain itu, majelis hakim juga mencatat bahwa sebelum peristiwa tersebut, ABDUL WAHID telah mengundurkan diri dari perusahaan dan belum pernah menjalani hukuman pidana sebelumnya. Berdasarkan catatan pengadilan, ini menjadi pertimbangan tambahan dalam memutuskan pidana bersyarat yang dijatuhkan.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa pidana bersyarat adalah bentuk hukuman yang adil bagi ABDUL WAHID. Keputusan ini merujuk pada Pasal 14a ayat (1) KUHP yang memungkinkan adanya pidana bersyarat berdasarkan pertimbangan keadilan restoratif. Selain itu, keputusan tersebut juga sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2024 yang mengatur pedoman dalam mengadili perkara pidana dengan pendekatan keadilan restoratif.
“Kami menerima Yang Mulia,” ucap ABDUL WAHID, yang hadir dalam persidangan bersama dengan Penasihat Hukumnya, Handiman Nainggolan. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan akan memikirkan keputusan tersebut lebih lanjut.
Keputusan ini menjadi contoh penerapan Restorative Justice (RJ) yang sejalan dengan upaya sistem peradilan untuk memberikan keadilan yang lebih berfokus pada pemulihan hubungan antara terdakwa dan korban, serta mengedepankan perdamaian dan penyelesaian melalui musyawarah dan kesepakatan bersama. Dengan adanya perdamaian antara terdakwa dan pihak perusahaan, diharapkan proses hukum dapat berjalan dengan lebih humanis dan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak.[Safar]
Tidak ada komentar